Rabu, 25 Juni 2014

Makan Je-ko di Mek-di


*)



JOGJA hujan.. lebih tepatnya akan segera hujan. Seperti prediksi saya, siang yang teramat panas dilanjut mendung sore berwarna putih, nanti pasti hujan. “Tetep jadi mau pergi mas?”, Namira kurang yakin, padahal di satu sisi dia begitu berharap, entah kenapa ia pengen makan donat Jeko sore itu. Dan yang di otak saya cuma ada 2 pilihan. Amplaz atau Malioboro Mall, jauh atau agak jauh.

Malioboro, destinasi favorit para pelancong, para bule dan paling banyak menurut saya justru rombongan study tour, ciri-ciri mereka jelas, baju kembaran dan bergerombol, beberapa mukanya masih kusut, muka bangun tidur duduk lama di dalam bis. Tapi sebenernya malioboro bukanlah favorit orang asli jogja, iya macet, dan ya cuma itu-itu aja tidak banyak perubahan, hanya lampu kelap kelip dan sedikit taman hijau di tengah. Ah, sudahlah kami tetap kesana. Rumah kami barat selatan, jauh sekali jika harus ke jalan Solo, beberapa jengkal dari Janti.

“Mas Fahri, mau yang mana”, di depan para donat Namira coba mencairkan suasana. Yang benar saja, Namira yang tak kenapa-kenapa tiba-tiba tak disangka saya ajak untuk ketemuan, untuk apa? Untuk menyelesaikan masalah. Nah, apa coba. Wajar saja, berulang kali Namira flashback, “aku salah apa..”.

Beberapa hari sebelum, Sohib SMA ada yang mau nikah, sohib-sohib bijak gitu lah dulu, dan dia pun kembali mencoba bijak waktu itu, jika tak salah ingat dulu dia message saya via Whatsapp (WA), kurang lebih intinya begini ;

“..Bro, sebelum berlayar, luangkan waktu buat menyelesaikan kail-kail yang sempat tersangkut. Bersihkan setiap darinya, mungkin nanti jari tangan atau justru karang nya yang akan terluka, tapi tetap. Bersihkanlah.”

Saya langsung ingat Namira. Iya Namira, gadis yang sedang bersama saya saat ini. Iyaa kamuu..

Huft.. (ceritanya kesal) tempat duduk Jeko penuh, ada satu dua tempat tapi semacam nggak pewe (nggak kondusif buat ngobrol). Yang benar saja jika kami harus ber-tidak kondusif-ria padahal niat awal kami adalah khusyuk menyelesaikan masalah kan? Mari bergerak. Tak jauh, di pintu depan Mall ada patung badut, beli eskrim cone dan kentang goreng. Ayo Namira, kita makan Jeko di Mekdi :)
 
“Ra..”

“Iya Mas”

Namira sedikit gugup,

Saya tak kalah gugup. Gugup luar biasa. Berulang kali saya salah kata, salah diksi, salah nada, salah bicara. Saya, Fahri mati kutu di malam itu, mungkin ada semacam malaikat yang diutus untuk datang, diperintah untuk menjawab doa Namira. Iya, selama ini Namira berdoa, nanti saya kasih tau.
Saya tetap bisa bercerita, meskipun dengan terbata-bata, saya ucapkan semua apa yang saya maksud dengan “menyelesaikan masalah”. Tapi hambar, tidak ada poin dan tidak ada ketegasan. Seperti hanya latihan merangkai kata. Kenapa?

Karena Namira bukanlah sebuah “masalah”.

Sejenak lalu kami berjalan ke utara, mendatangi masjid, duduk bersimpuh dan berdoa, lagi-lagi jurus ampuh Namira selama ini saya rasa. Segera, kami pulang, dan Alhamdulillah selamat hingga saat ini, buktinya saya bisa mengetik kisah itu disini dan begitu pula Namira. Ini tulisan Namira ;

Tanpa proses edit sedikitpun, saya ketik ulang tulisannya, message nya di WA beberapa waktu lalu, persis jumlah titik dan koma nya (maaf sedikit hiperbolis),

“Malioboro mengeluarkan hawa malam minggu yang kental petang itu, ya saat itu memang malam minggu. Matahari sudah hampir tenggelam –atau bahkan sudah benar-benar tenggelam- entahlah saya tidak tau persis. Mungkin tertutup mendung yang beberapa hari menyelimuti kota Jogja. Petang itu awan terlalu kelabu, hujan deras pasti turun, dan benar saja hujan deras turun membasahi area malioboro.
……..
Ada satu hal yang kuyakini, ini bukanlah epilog bagi kisah kami, melainkan prolog untuk awal kehidupan yang bahagia antara aku dan dia yang seperti hilang ditelan hujan. Aku hanya ingin kisah ini berlangsung lama, tak peduli penuh luka atau air mata. Yang kuinginkan hanyalah satu, selalu bersamanya.”

Saya yakin, kalimat terakhir adalah doa Namira. Doa yang merubah epilog menjadi prolog. Hebat bukan?

 *) gambar diambil dari : http://anekatempatwisata.com/wp-content/uploads/2014/03/Jalan-Malioboro.jpg